"EGOCENT(U)RY"_Solo Exhibition by ANDI CAKRA ABBAS
Date:
Saturday, June 5, 2010
Time:5:00pm - 9:00pm
Location:VIVIYIPARTROOM2_Annexe Ciputra World Marketing Gallery
Street:Jl.Prof. Satrio_kav 11 Casablanca
City/Town:Jakarta, Indonesia
EGOCENT(U)RY
Menyambut kepribadian Baru
Egocent(u)ry merupakan integritas dari “centuries of egocentric”. Abad egosentris dalam konteks popularitas sangat memungkinkan lahirnya sosok pribadi baru yg berperan seiring tuntutan profesionalitas. Dalam proses membentuk kepribadian itu, menanggalkan jati diri menjadi figur yang fleksibel dan penuh trik menghadapi berbagai hal yang sekiranya dapat menjadi kendala, sering terjadi banyak improvisasi yang diantaranya bertentangan hingga hanya menjadi momok untuk diri sendiri. Mau tak mau, sebagai makhluk egosentristik- ketakutan-ketakutan untuk menentang kepribadian hakiki akan menjadi kekuatan untuk mengambil alih dan menyambut kepribadian baru.
Menjadi pribadi seutuhnya adalah suatu dilema tersendiri dalam menghadapi pluralitas kehidupan yang semakin mengejar personalitas yang popular. Adanya hasrat untuk mengangkat diri ke permukaan hingga menjadi perhatian publik, merupakan permasalahan yang kerap mengorbankan jati diri. Konsekuensinya, berbagai referensi menjadi perisai utama demi melindungi jati diri sebagai “aku”, dan mengedepankan sesuatu yang lebih dapat diterima oleh orang banyak. Jika seseorang menjadi dirinya sepenuhnya, terkadang hal tersebut belum dapat diterima oleh orang lain. Dengan demikian, hak asasi pribadi terbatas pada hak asasi orang lain.
Popularitas membuat individu-individu yang seharusnya memiliki ruang privasi, akhirnya menjadi komsumsi publik. Dengan mudah ruang gerak privasi tersebut menjadi panggung spektakuler. Hal ini adalah konsekuensi dari penyandang “popularitas”. Identitas menjadi ambigu atas tuntutan profesionalitas , bahkan menjadi target market dari brand-brand terkemuka untuk menjadi bagian dari world business. Kepribadian asing yang dulunya hanya sebagai topeng, lambat laun melekat kuat sebagai the new personality. Semakin dikenal semakin congkak, selektif berkelas dan anti-regenerasi. “Penyakit” ini sering menjangkiti the young popular.
Siapakah aku? Apakah aku asisten pribadi publik? Kehidupan teatrikal di luar ruang privasi sungguh melelahkan. Semua palsu, kerinduan menjadi pribadi yang utuh dan ruang privasi yang steril, berbalik menjadi impian. Namun citra kepopuleran yang telah didapat, bukan berarti sia-sia. Dalam konteks popularitas, konsisten terhadap basic personality menjadi tantangan bagi anda yang popular.
Andi Cakra Abbas, S.Sn
Menyambut kepribadian Baru
Egocent(u)ry merupakan integritas dari “centuries of egocentric”. Abad egosentris dalam konteks popularitas sangat memungkinkan lahirnya sosok pribadi baru yg berperan seiring tuntutan profesionalitas. Dalam proses membentuk kepribadian itu, menanggalkan jati diri menjadi figur yang fleksibel dan penuh trik menghadapi berbagai hal yang sekiranya dapat menjadi kendala, sering terjadi banyak improvisasi yang diantaranya bertentangan hingga hanya menjadi momok untuk diri sendiri. Mau tak mau, sebagai makhluk egosentristik- ketakutan-ketakutan untuk menentang kepribadian hakiki akan menjadi kekuatan untuk mengambil alih dan menyambut kepribadian baru.
Menjadi pribadi seutuhnya adalah suatu dilema tersendiri dalam menghadapi pluralitas kehidupan yang semakin mengejar personalitas yang popular. Adanya hasrat untuk mengangkat diri ke permukaan hingga menjadi perhatian publik, merupakan permasalahan yang kerap mengorbankan jati diri. Konsekuensinya, berbagai referensi menjadi perisai utama demi melindungi jati diri sebagai “aku”, dan mengedepankan sesuatu yang lebih dapat diterima oleh orang banyak. Jika seseorang menjadi dirinya sepenuhnya, terkadang hal tersebut belum dapat diterima oleh orang lain. Dengan demikian, hak asasi pribadi terbatas pada hak asasi orang lain.
Popularitas membuat individu-individu yang seharusnya memiliki ruang privasi, akhirnya menjadi komsumsi publik. Dengan mudah ruang gerak privasi tersebut menjadi panggung spektakuler. Hal ini adalah konsekuensi dari penyandang “popularitas”. Identitas menjadi ambigu atas tuntutan profesionalitas , bahkan menjadi target market dari brand-brand terkemuka untuk menjadi bagian dari world business. Kepribadian asing yang dulunya hanya sebagai topeng, lambat laun melekat kuat sebagai the new personality. Semakin dikenal semakin congkak, selektif berkelas dan anti-regenerasi. “Penyakit” ini sering menjangkiti the young popular.
Siapakah aku? Apakah aku asisten pribadi publik? Kehidupan teatrikal di luar ruang privasi sungguh melelahkan. Semua palsu, kerinduan menjadi pribadi yang utuh dan ruang privasi yang steril, berbalik menjadi impian. Namun citra kepopuleran yang telah didapat, bukan berarti sia-sia. Dalam konteks popularitas, konsisten terhadap basic personality menjadi tantangan bagi anda yang popular.
Andi Cakra Abbas, S.Sn