Totem dan Reliabilitas oleh Greg Sindana
Start Time:
Friday, May 21, 2010 at 7:30pm
End Time:Wednesday, May 26, 2010 at 10:30pm
Location:Ruang Budaya Griya Lentera
Street:Jl. Gandekan Lor 42 B
City/Town:Yogyakarta, Indonesia
Kesederhanaan disebut sebagai keniscayaan, kemuskilan adalah keberuntungan. Disaat jaman menjadi begitu konseptual dan teriris maka yang sebaiknya hadir adalah diri yang hening, menuju kemana? Itu yang tak bisa dijawab oleh orang lain. Teks menjadi pembungkus nurani dan dunia abadi. Rasio menjadi aparat yang lebih kuasa daripada polisi. Kemana dan siapa kita? Itu jawaban yang tak bisa dijawab. Ada sesuatu yang akan terjadi, jadi mari kita kesampingkan keruntuhan jaman, mari berbagi dan menjalani.
-greg Sindana-
--------------------------------------------------------------------------------------
Totem dan Reliabilitas
-Kenyataan yang Terkonsep-
Seperti Menara Babel?
Salam damai, Ini sederhana saja, ada perasaan bahwa harus menghidupi sendi-sendi hidup, ‘Perasaan harus’ menjadi mata yang tak terlihat, tetapi ketat mengawasi, nah mata-mata-mata ini ya pengetahuan-pengetahuan yang menumpuk, melahirkan asumsi-asumsi, ketakutan-ketakutan, dan gambaran-gambaran yang seakan-akan nyata, dan harus di-nyata-kan, menutupi yang jujur, yang nurani sifatnya.
Subjek adalah remah-remah teks, teks yang bermain ini, menjadi serius, terlalu serius, terlalu rumit dan terlalu bohong, maka ini pembawa pesan sederhana dan bicara apa adanya seperti gambar-gambar purba di Gua di tengah padang rumput yang segar dan cerah atau di puncak bukit yang sedang hujan, atau di pinggir pantai yang berombak dan angin lembut.
Ketika remah-remah ditumpuk, yang ada adalah kebosanan yang tampaknya ’ peradaban’ . Yang malahan jadi kebosanan yang numpuk dengan remah-remah yang dibakukan, jadi teks yang dibakukan lalu diteruskan, terus-menerus, menumpuk, menghimpit generasi berikutnya, menumpuk-numpuk,menghimpit lagi, dan akan lebih menghimpit lagi seterusnya.
Tumpukan ini jadi totem yang adalah pesan, pesan ‘yang jadi’ akan terus menumpuk di pikiran, pikiran jadi penuh totem-totem berhala yang menghimpit, air jadi keruh, dan tak ada lagi mata air yang sederhana, juga genthong-genthong penuh air di depan rumah yang diperuntukkan bagi siapapun.
Berdiri di atas remah-remah teks:
Hasil dari baca terus, dialog, dan kemudian mak cling bahwa pengetahuan, nilai, kekangan sebetulnya adalah ciptaan manusia sendiri, dan berbalik jadi mata yang mengawasi sang penciptanya seakan mengkomandokan- si pencipta dalam tiap gesture yang terarah, dalam komunikasi terarah yang transaksional -semua dalam rangka konstruksi teks, yang bakal numpuk lagi.
Pameran (katakanlah demikian) ini mengajak kembali pada diri(nya) sendiri, mengajak kita melihat kesemena-menaan penamaan, pengkotakan dan kembali.
Bagi sang kreator sendiri , ini adalah zakat, ketika zakat dipahami sebagai peluang, organisatoris, dan bisnis minded.
Natan Arya
------------------------------------------------------------------------------------
Performances:
- Bangkai Kepiting
- Garda Puisi
- Otong Guritata dan Thedeo
- Senut Senut
- Sumitra
------------------------------------------------------------------------------------
-greg Sindana-
--------------------------------------------------------------------------------------
Totem dan Reliabilitas
-Kenyataan yang Terkonsep-
Seperti Menara Babel?
Salam damai, Ini sederhana saja, ada perasaan bahwa harus menghidupi sendi-sendi hidup, ‘Perasaan harus’ menjadi mata yang tak terlihat, tetapi ketat mengawasi, nah mata-mata-mata ini ya pengetahuan-pengetahuan yang menumpuk, melahirkan asumsi-asumsi, ketakutan-ketakutan, dan gambaran-gambaran yang seakan-akan nyata, dan harus di-nyata-kan, menutupi yang jujur, yang nurani sifatnya.
Subjek adalah remah-remah teks, teks yang bermain ini, menjadi serius, terlalu serius, terlalu rumit dan terlalu bohong, maka ini pembawa pesan sederhana dan bicara apa adanya seperti gambar-gambar purba di Gua di tengah padang rumput yang segar dan cerah atau di puncak bukit yang sedang hujan, atau di pinggir pantai yang berombak dan angin lembut.
Ketika remah-remah ditumpuk, yang ada adalah kebosanan yang tampaknya ’ peradaban’ . Yang malahan jadi kebosanan yang numpuk dengan remah-remah yang dibakukan, jadi teks yang dibakukan lalu diteruskan, terus-menerus, menumpuk, menghimpit generasi berikutnya, menumpuk-numpuk,menghimpit lagi, dan akan lebih menghimpit lagi seterusnya.
Tumpukan ini jadi totem yang adalah pesan, pesan ‘yang jadi’ akan terus menumpuk di pikiran, pikiran jadi penuh totem-totem berhala yang menghimpit, air jadi keruh, dan tak ada lagi mata air yang sederhana, juga genthong-genthong penuh air di depan rumah yang diperuntukkan bagi siapapun.
Berdiri di atas remah-remah teks:
Hasil dari baca terus, dialog, dan kemudian mak cling bahwa pengetahuan, nilai, kekangan sebetulnya adalah ciptaan manusia sendiri, dan berbalik jadi mata yang mengawasi sang penciptanya seakan mengkomandokan- si pencipta dalam tiap gesture yang terarah, dalam komunikasi terarah yang transaksional -semua dalam rangka konstruksi teks, yang bakal numpuk lagi.
Pameran (katakanlah demikian) ini mengajak kembali pada diri(nya) sendiri, mengajak kita melihat kesemena-menaan penamaan, pengkotakan dan kembali.
Bagi sang kreator sendiri , ini adalah zakat, ketika zakat dipahami sebagai peluang, organisatoris, dan bisnis minded.
Natan Arya
------------------------------------------------------------------------------------
Performances:
- Bangkai Kepiting
- Garda Puisi
- Otong Guritata dan Thedeo
- Senut Senut
- Sumitra
------------------------------------------------------------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar